Saya sedang melaksanakan program penggalakan menulis dalam Bahasa Indonesia. Di satu sisi karena lusa saya mempunya trial Bahasa Indonesia, dan juga untuk membuktikan kepada khalayak ramai bahwa Bahasa Indonesia saya tidak setolol yang dibayangkan.
Oke jadi tadi saya mengerjakan trial Ekonomi dengan sangat terpacu. Bayangkan, 3 jam untuk membaca, memahami dan menjawab 20 soal pilihan ganda, 4 soal jawaban pendek yang banyak sekali subsidiarinya serta 2 buah esai 5 halaman/esai. Di ruangan super besar yang berwarna putih dan sunyi, dimana yang terdengar hanyalah suara pendingin ruangan dan terkadang suara kertas dibalik.
Di detik-detik penghabisan, tangan kanan saya sudah menyerah. Memang, simptom-simptom kram tangan sudah saya rasakan sejak saya menulis esai nomor 1, dan ketika saya menulis esai nomor 2, tangan saya seakan berteriak minta tolong agar saya berhenti. Coba kalau tangan saya bisa bersuara. Pastinya ruangan sudah heboh.
Paragraf terakhir. Konklusi. Baru saya sadar saya lupa menyertakan data untuk kebijakan fiskal Australia. Sial. Terpaksa memulai 1 lagi paragraf. Eh jadinya makin aneh karena seakan hanya sebuah paragraf penggalan yang tidak penting. Akhirnya saya menyertakan kembali data untuk kebijakan moneter dan kegiatan mikroekonomi Australia di Maret 2007.
Walao.
Tangan kanan saya menggila. Barulah saya menyadari tangan kanan saya sudah sampai titik darah penghabisan. Sial, saya mengutuk dalam hati. Saya belum menulis konklusi.
Untung saya terpikir suatu ide revolusioner: menulis dengan posisi tangan bak menulis pinyin mandarin untuk meminimalisasikan tekanan pada otot menulis tangan kanan yang sangat sakit. Hore. Hati saya bergirang ria. Meski tulisan hancur seperti bahasa mandarin, yang penting terbaca. Alhasil konklusi yang seharusnya hanya 4-5 baris dalam font saya biasanya menjadi 7-8 baris.
Ya sudah. Yang penting sudah selesai hore! Tapi saya bingung. Besok saya trial Bahasa Inggris Paper 2. Kalau sekarang menulis dengan Bahasa Indonesia demi trial lusa, besok nasib saya bagaimana?
About Me
- The Dodo
- Jakarta, Indonesia
- Having born, raised, studied, worked, played and lived in Indonesia and Europe, I am capricious by nature and curious by profession. I am inspired by words, letters, and the little things. My writings and my pictures are to me a collage of moments that I wanted to capture with all my limitations.
3 comments:
Denika ! percobaan yang baik .Indonesia anda terlihat cukup mengagumkan dan mengandung fitur2 narasi yg baik pula (Bahasa Indonesia banget) <--- sok analisa
Saya rasa bahasa indonesia anda sudah sangat baik begitupula dengan inggris...tapi menurut saya emang kurikulum HSC sangat amat perlu di perbaiki... kalau dipikir dengan akal sehat mana mungkin kita bisa mengerjakan sesuatu dengan dituntut QUALITY, QUANTITY dan waktu yang minimum?? dalam 40 menit per esai?
Weleh, entri dalam bahasa, jarang-jarang nih! ;)
Post a Comment